Pas smp dulu, gue doyan
banget sama yang namanya organisasi. Terutama disekolah. Gue masuk ke
macam-macam organisasi. Seperti theater, tari, English club, vocal, instrument,
organisasi olahraga, dan sebagainya. Malah dari kelas 1 SD sampai 2 SMP, gue selalu
menjadi ketua kelas. Gue juga hampir sakit parah karena bolak-balik masuk
sana-sini karena gue tahu, gue kebanyakan ngedaftarin diri di organisasi yang
bahkan gue sendiri belum tentu serius mengikutinya.
Dengan berbagai
pertapaan panjang dan bujukan orang tua, akhirnya gue memutuskan untuk memilih
3 macam organisasi saja. Gue nggak mahu overdosis karena kebanyakan bergaul dan
jadi anak yang multi-talenta. Bayangin aja kalo misalnya ada perlombaan tari
dan voli di waktu yang bersamaan, masa gue harus main voli sambil gangnam
style. Selangkangan gue bisa patah.
Disini gue bakal
nyeritain pengalaman gue tentang organisasi yang paling penting disekolah.
Yaitu, OSIS. Organisasi Siswa Intra Sekolah. (Asoy!)
Sejak lulus SD, gue
terlebih dahulu sudah mempunyai ambisi untuk menjadi anggota OSIS. Tentu saja
disebalik tujuan positif ini ada faktor negatif nya. Yang tidak lain faktor
negatif nya adalah 1)untuk menghindari pelajaran, dan 2) biar eksis disekolah.
‘Kamu beneran pengin jadi anggota OSIS?’
‘Iya.’ kata gue menatap tajam mata tante gue.
‘buat apa?’
‘biar eksis. Cewek pada lengket semua’
Gue diomelin.
Disebalik
mengejar faktor negatif itu, reputasi gue disekolah juga bisa dibilang ter-cam
lumayan buruk. Selain hobi datang telat, gue juga pernah nggak sengaja
ngelempar mata kiri temen gue pake batu segede jempol kuda nil pas main bola
dilapangan sekolah. Yang pada akhirnya kornea mata temen gue sedikit tergores
dan gue dimarahin habis-habisan.
Disinilah
gue mengalami kegalauan yang amat sangat. Meskipun gue punya kemampuan yang
bagus di bidang organisasi, tapi reputasi gue disekolah menjadi masalah. Nyali
gue ciut. Gue berpikir ‘apakah bisa gue masuk ke organisasi ini sedangkan gue
nya sendiri mirip preman tanah abang’. Gue berpikir dan berpikir ulang selama
seminggu.
Hingga
pada akhir penentuan pemilihan anggota osis, gue nggak jadi ngedaftarin diri.
Gue takut nantinya OSIS yang awalnya adalah organisasi baik-baik dari sekolah
menjadi organisasi pembacok siswa dan guru. Sedikit mirip geng motor. Bedanya
ini di dalam lingkungan sekolah bukan jalan raya.
‘Rian, kamu nggak ngedaftar jadi anggota osis?’ kata
wali kelas gue, bu Yanti.
‘Enggak bu, males hehe’
‘Loh, kenapa? Bukan nya dulu kamu pengen banget ya?’
‘Iya bu. Tapi sekarang berubah, jadi nggak pengen banget’
gue jawab kikuk.
Jadilah
gue curhat ke bu Yanti saat pelajaran BK tentang kegalauan gue selama ini. Apa
masalah yang ada didalam diri gue. Konflik antara gue dan organisasi unyu
sekolah ini.
Tentu
saja dengan mudah bu Yanti bisa memberi gue solusi. Bu Yanti bilang ke gue,
memang reputasi gue disekolah lumayan buruk, tapi dengan mengikuti organisasi
ini, tentu saja kita punya tanggung jawab tersendiri. Dengan menjadi anggota
OSIS, kita tidak lagi seenaknya datang terlambat kesekolah karena diri kita
sendiri juga pasti berkata ‘aku anggota OSIS, sudah seharusnya aku menjadi
teladan bagi anak-anak lain’. Kita juga tidak lagi bisa berbuat nakal
seenaknya, karena kita sudah punya tanggung jawab yang kita pegang.
Mendengar
bu Yanti komat-kamit, gue berkata dalam hati, ‘bener juga. Seharusnya dengan
ini gue jadi merasa punya tanggung jawab disekolah’. Tapi nasi sudah menjadi
Maggie. Gue telat. Anggota OSIS sudah dilantik 2 hari yang lalu. Sementara gue
cuman bisa puas dengan solusi yang bu Yanti berikan ke gue. Semuanya itu benar.
Terkadang,
untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, kita tidak yakin dengan diri kita
sendiri. Pada akhirnya, kita harus pasrah dengan keraguan. Berharap ingin maju
selangkah tapi sebenarnya hanya berjalan ditempat. Sementara, bagaimana jika
kita mempunyai kemampuan untuk maju tapi tidak sanggup untuk melangkah kedepan?
Solusi gue cuman satu. Yang kita butuh hanyalah, kepercayaan diri.